Minggu, 20 Januari 2013

ETIKA BISNIS ( SOFTSKILL)


NAMA      :  ARIE NOVRIZAL
KELAS     :  4 EA 13
NPM        :  13209628


TRAGEDI BASEMENT PLAZA UOB BISA TERJADI DI MRT

Kasus empat pekerja yang terjebak banjir di lantai bawah tanah (basement) parkiran Plaza UOB, Jalan Thamrin, Jakarta, menjadi pelajaran berharga bagi proyek mass rapid transit (MRT) kereta bawah tanah (subway). Apalagi, peemrintah selalu tidak berdaya menangani dampak dari siklus banjir lima tahunan seperti yang terjadi pada awal tahun 2013.


Menurut peneliti dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, Ernan Rustiadi, pembangunan bawah tanah seperti subway harus sudah memasukkan skenario menghadapi bencana alam seperti banjir, kebakaran, hingga gempa bumi. "Semua rencana pembangunan bawah tanah harus dilengkapi teknologi menghadapi kemungkinan situasi buruk," kata Ernan ketika dihubungi Jumat.

Dia menggarisbawahi bahwa pembangunan MRT ataupun deep tunnel yang akan digagas Walikota DKI Jakarta Joko Widodo wajib menggunakan skenario itu. Apalagi, di seluruh dunia, skenario bencana selalu menjadi prioritas. "Fatal kalau tidak ada. Sebagai contoh, ya kasus gedung UOB itu," ujarnya.

Ernan mencontohkan subway di Bangkok, Thailand. Padahal Bangkok merupakan daerah langganan banjir, namun karena punya teknologi mengatasi bencana bagus jadi tak ada masalah. "Indonesia bisa mencontoh Bangkok," ujarnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, menambahkan, tragedi di basement Plaza UOB harus jadi pelajaran berharga. "Masalah itu ada kaitannya dengan pengawasan dan perizinan dinas tata ruang yang tak becus," kata Azas.

Karena itu, bila kebijakan MRT direalisasikan dia justru khawatir. Sebab Jakarta, belum lepas dari ancaman banjir besar. Bisa jadi, tragedi UOB akan terjadi pada MRT. "Pikir baik-baiklah karena Jakarta masih banjir besar. Bagaimana antisipasi saat pembangunan jika terjadi lagi Jakarta banjir besar," kata Azas.

Ia pun meminta, pemerintah ibukota, untuk menghitung ulang kebijakan MRT itu. Agar dikemudian hari tak ada masalah atau kejadian yang tak diharapkan. "Makanya gubernur harus tegas mengenai perencanaan dan pengawasannya," katanya.

Pendapat tak jauh berbeda diungkapkan pula oleh pakar perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna. Yayat juga meminta, kebijakan MRT ditimbang matang-matang. Bila perlu dikaji ulang, mengingat Jakarta, belum bebas dari ancaman banjir besar. "Ya itu tadi, kalau terjadi banjir, harus ada sistem early warning sistem untuk antispasi terhadap            MRT,"kata dia.

Bila memang kebijakan itu jadi direalisasikan harus dipastikan konstruksi MRT aman dari banjir. Dan jika terjadi banjir harus tersedia pompa-pompa otomatis agar ruang bawah tanah tidak tenggelam. “Tapi, sesungguhnya MRT dengan menggunakan kereta bawah     tanah    sangat  berisiko,”pungkasnya.

Seperti diketahui, proyek MRT berbasis rel tahap pertama yang menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15,7 km terdiri atas stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah.