NAMA : ARIE NOVRIZAL
KELAS : 4 EA 13
NPM : 13209628
TRAGEDI BASEMENT PLAZA UOB BISA TERJADI DI MRT
Kasus
empat pekerja yang terjebak banjir di lantai bawah tanah (basement) parkiran
Plaza UOB, Jalan Thamrin, Jakarta, menjadi pelajaran berharga bagi proyek mass
rapid transit (MRT) kereta bawah tanah (subway). Apalagi, peemrintah selalu
tidak berdaya menangani dampak dari siklus banjir lima tahunan seperti yang
terjadi pada awal tahun 2013.
Menurut peneliti dari Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, Ernan Rustiadi,
pembangunan bawah tanah seperti subway harus sudah memasukkan skenario
menghadapi bencana alam seperti banjir, kebakaran, hingga gempa bumi. "Semua
rencana pembangunan bawah tanah harus dilengkapi teknologi menghadapi
kemungkinan situasi buruk," kata Ernan ketika dihubungi Jumat.
Dia menggarisbawahi bahwa pembangunan MRT ataupun
deep tunnel yang akan digagas Walikota DKI Jakarta Joko Widodo wajib
menggunakan skenario itu. Apalagi, di seluruh dunia, skenario bencana selalu
menjadi prioritas. "Fatal kalau tidak ada. Sebagai contoh, ya kasus gedung
UOB itu," ujarnya.
Ernan mencontohkan subway di Bangkok, Thailand.
Padahal Bangkok merupakan daerah langganan banjir, namun karena punya teknologi
mengatasi bencana bagus jadi tak ada masalah. "Indonesia bisa mencontoh
Bangkok," ujarnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, Azas Tigor
Nainggolan, menambahkan, tragedi di basement Plaza UOB harus jadi pelajaran
berharga. "Masalah itu ada kaitannya dengan pengawasan dan perizinan dinas
tata ruang yang tak becus," kata Azas.
Karena itu, bila kebijakan MRT direalisasikan dia
justru khawatir. Sebab Jakarta, belum lepas dari ancaman banjir besar. Bisa jadi,
tragedi UOB akan terjadi pada MRT. "Pikir baik-baiklah karena Jakarta
masih banjir besar. Bagaimana antisipasi saat pembangunan jika terjadi lagi
Jakarta banjir besar," kata Azas.
Ia pun meminta, pemerintah ibukota, untuk
menghitung ulang kebijakan MRT itu. Agar dikemudian hari tak ada masalah atau
kejadian yang tak diharapkan. "Makanya gubernur harus tegas mengenai
perencanaan dan pengawasannya," katanya.
Pendapat tak jauh berbeda diungkapkan pula oleh
pakar perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna. Yayat juga
meminta, kebijakan MRT ditimbang matang-matang. Bila perlu dikaji ulang,
mengingat Jakarta, belum bebas dari ancaman banjir besar. "Ya itu tadi,
kalau terjadi banjir, harus ada sistem early warning sistem untuk antispasi
terhadap MRT,"kata dia.
Bila memang kebijakan itu jadi direalisasikan
harus dipastikan konstruksi MRT aman dari banjir. Dan jika terjadi banjir harus
tersedia pompa-pompa otomatis agar ruang bawah tanah tidak tenggelam. “Tapi,
sesungguhnya MRT dengan menggunakan kereta bawah tanah sangat berisiko,”pungkasnya.
Seperti diketahui, proyek MRT berbasis rel tahap
pertama yang menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15,7
km terdiri atas stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah.